Posts

Ya, Aku Janda

Image
Oleh: Rosidah binti Musa Tidak ada yang mau menjadi seorang janda, tak ada yang ingin pernikahannya hancur. Sungguh merasa sedih dan bersalah pada anakku, namun kewarasan dan kebahagian seorang ibu itu sangat penting.  Aku tak ingin menjadi kambing hitamnya terus, dibohongi terus menerus. Aku pun seorang wanita biasa yang punya rasa sakit dan terluka, jika diriku tak bahagia. Bagaimana membahagiakan anakku?  Aku tahu, kalau perceraian itu sangat dibenci sama Allah. Namun sungguh, aku tak mampu jika menjalani ini semua. Kuputuskan untuk bercerai dan mengasuh anakku sendiri, karena mantan tanpa sepengetahuanku dia sudah menikah lagi. Apa yang bisa aku lakukan?  Ahhh, semua orang menuduhku. Oh, semua orang menilaiku buruk. Sedih? Pastilah, hati hancur berkeping-keping. Hebatnya drama ini, sungguh aku acungi jempol untuk orang-orang yang terlibat dan menuduhku tak baik.  Ok, baiklah Ya Allah. Aku terima semuanya, biarkan semuanya berpikir apa tentangku. Is ok, aku kuat. Meskipun dia sekara

Samudera Cinta

Image
Oleh: Rosidah binti Musa “Bahkan ketika kau tak lagi mengingatku, aku akan selalu mengingatmu. Entah itu sampai bila, jika waktu mengizinkan. Biarku pinang kau sebagai permaisuriku ....” Suara sorak bergemuru dalam ruangan, tapi tak denganku. Bagiku puisi yang ia persembahkan tak sedikitpun menyentuh kalbu. Meski aku tahu ekor mata itu selalu mencari jejak diriku. “Ri, puisi Imam bagus ya? Kayanya dia lagi kasmaran deh ....” Aku hanya tersenyum dengan pertanyaan sahabatku, karena menurutku tak sedikitpun puisi itu menggugah sanubari. “Sepertinya kamu suka sama Imam ya, Din?” tanyaku balik pada wanita sampingku. “Kamu ngaco aja, ya. Mengngagumi tidak harus mencintai, bukan begitu, Ri?” Takku hiraukan dia. Kakiku dengan lembut melangkah keluar dari kelas, mungkin benar kata Dinda. Mengngagumi tidak harus mencintai, apakah hatiku tengah merasakan itu? Aku tersenyum kecut dengan perasaan yang tak harusku milik sekarang. “San ... Sandi!” Teriakan seorang wanita membuatku menghentikan langka

Cintaku Hilang, Cintaku Malang

Image
Oleh: Rosidah binti Musa Seberapa beratnya hidup tetap kupikul, terus berjuang untuk masa depannya. Tak apa aku tidak bisa memakai pakaian cantik seperti mereka, kuberikan semua untuknya agar ia bahagia seperti layaknya anak seusianya. Tiada kupinta rumah semegah istana, tak pula emas permata bertumpuk dalam kotak peti. Yang kupinta padanya tetaplah menjadi cintaku dan menjadi anak lelakiku yang selalu mencintaiku meskipun tak bertepi.  Aku rela ia membagi cinta pada wanita lainnya, karena kusadar dia harus melakukannya dan aku bahagia melihat dia bersama keluarga kecilnya. **** Kulangkahkan kakiku pada ubin keemasan, pintu kayu jati yang kekar dengan ukiran bunga mawar. Tangan keriputku mengetuk pintu dengan ucapan salam penuh pengharapan, wahai putra tercinta--anakku buah hatiku bukalah pintu untuk seorang nenek tua. Pintu itu terbuka, wajah cantik yang kulihat membelalak seperti ia tersentak melihatku yang berpakaian yang usang nan rombeng. "Siapa kau?" tanyany

Jangan Percaya Jika Suami bilang Seperti Ini

Oleh: Rosidah binti Musa Pernah tidak emak-emak mendengar suami bilang "Ma, nggak usah pakai skin care ini dan itu. Mama begini saja papa sudah cinta banget." Hampir rata-rata lelaki berkata seperti itu ketika istrinya ingin membeli perawatan wajah atau membeli pakaian cantik, apa emak-emak percaya dia bakalan menjaga pandangannya? Heh, manusiawilah jika ada wanita cantik dengan wajah kinclong masa dilewatin begitu saja. Pastilah dilirik, bahkan kita tidak tahu ketika para suami jempolnya berselancar di media sosial. Tak sedikit dari mereka pun pasti kepo pada wanita-wanita cantik, itu benar kenyataannya. Jadi perlukah kita percaya dengan kata-kata suami? Sebaiknya jaga-jaga itu lebih baik ya. Mereka melarang kita untuk perawatan wajah, namun mereka begitu menikmati ketika melihat wanita yang wajahnya kinclong. Apa itu tidak sakit hati mak? Kita sebagai wanita harus melek skin care mak. Jangan sampai suami sudah di gondol orang kita baru beraksi, ketinggal itu mah. Lagi pun p

Lelaki Hitam Dibalik Jendela

Image
Oleh: Rosidah binti Musa Kakiku terus berjalan, aku tak bisa lari sebab tengah mendorong kereta bayi. Jantungku berdetak begitu cepat, lelaki itu masih mengikutiku. Tuhan, sungguh aku sangat takut. Apa yang dia mau dariku. Semenjak minggu lalu dia selalu memataiku, namun aku tak menghiraukannya. Pura-pura tidak tahu ada keberadaannya. Tak sadar sampai juga di bawah apartemen bosku, aku bekerja di Singapura daerah Jurong West. Namun baru kali ini diikuti oleh orang Banglades. Semua orang tahu mereka suka sekali dengan orang Indonesia, entah karena apa. Aku pun tak begitu paham. Aku masuk dalam kerumunan orang-orang di bus stop ada rasa legah tersendiri. Bagaimana tidak, sudah tak terlihat lelaki itu mengikutiku lagi. Untunglah anak yanh aku jaga, dia tertidur dalam kereta bayi. Aku menjaga tiga anak. Yang di mana dua anak banyak aktifitas di luar rumah, jadi mau tak mau aku harus mengantarnya sambil membawa anak yang paling kecil. Tiba-tiba aku tersentak melihat lelaki itu s

Ibu, Aku Mencintainya

Image
Oleh: Rosidah binti Musa "Bagaimana jika kamu hamil dulu?" Kata-kata itu membuyarkan pikiranku, lelaki yang sedang meneleponku tengah kalut memikirkan bagaimana caranya agar aku dan dia bisa bersama. "Jangan ngaco kamu Mas, aku tidak suka dengan caramu itu!" kataku dengan nada yang tak senang. "Lalu aku harus bagaimana, yang? Jika disuruh memilih aku tidak bisa ...." suaranya melemah. Ada getaran disetiap katanya, entah apakah ia menangis atau tidak. Memang berat sekali, ketika hati sudah menyatuh bahkan setiap hari hasrat kita untuk hidup bersama menggebu-gebu. Sungguh aku tak bisa jika harus begini. "Kita jalani saja seperti air yang mengalir, bukankah itu lebih baik?" "Semudah itu? Yang, cinta itu harus diperjuangkan bukan dibiarkan begitu saja. Jadi kamu membiarkan cinta kita bergelombang, berkelok-kelok? Apa itu yang kamu mau?" "Maksudku bukan begitu, mas ...." Ada keheningan diantara kita berdua, entah harus

Ibu Jangan Ambil Suamiku

Image
Oleh: Rosidah binti Musa Sungguh aku sudah tak kuat lagi, serasa kematian ada diubun-ubun. Aku terus mengejan, kuikat mulutku dengan kain kerudung. Semua orang sudah terlelap dalam mimpinya masing-masing, namun tidak denganku yang tengah menunggu hidup dan mati. Seperti itulah yang aku rasakan. Setelah beberapa jam aku berdiam diri di dalam kamar mandi Agenku, dan akhirnya segelintir daging yang seperti anak cicak itu meringkuk. Darah pun terus membasahi pahaku. Aku tahu ia tak bersalah, namun anak ini tak pernah diinginkan. Sebelumnya aku meminum ramuan China yang dapat menggugurkan kandungan. Ibu yang paling sadis di dunia ini mungkinkah diriku? Jika aku membesarkannya, bukankah akan menjadi mala petaka untukku. Kubersikan sisah-sisah darah yang membasahi lantai kamar mandi, sudah kusiapkan kain putih, aku membungkusnya dengan rapi dan kutanam dalam pot yang kubeli di Sham Sui Po. "Maafkan aku, nak ...." Malam itu penuh dengan kejahatan, aku masih terduduk di la